Posted in Myanmar

Shwedagon : Pagoda yang Kemilau

Maafkan atas kemalasan tiada tara menulis lanjutan catper Myanmar. Huuhuhu.. Jadi keburu lupa deh. Ternyata jadi penulis yang konsisten itu susah-susah gampang, gampang-gampang susah ya *nelen pil gibolan

Ya baiklah, berikut sisa-sisa cerita foto yang saya punya untuk Shwedagon Pagoda. Waktu itu, untuk menuju Shwedagon, saya dan teman-teman memutuskan untuk berjalan kaki saja dari Kandawgyi, karena kuncup Shwedagon sudah terlihat dari area Kandawgyi, maka saya dan teman-teman berasumsi, jarak keduanya tidaklah jauh. Berbekal tanpa peta dan keyakinan akan sampai ke Shwedagon sebelum sunset, saya pun jalan dengan semangat taun 90an (kala saya masih muda belia). Ternyata.. ternyata lumayeennn jauh deh booook kalau jalan. Rrrr.. waktu itu sempat melewati komplek perumahan yang membuat saya merasakan seperti komplek di rumah mbah hehe, suasananya gak beda jauh dengan Jakarta. Mungkin sekitar 20 menit (pakai nyasar dan tanya sana-sini), saya pun sampai di Shwedagon.

Mengejar sunset
Mengejar sunset
Shwedagon Gate
Shwedagon Gate
Penjual souvenir di dalam pintu masuk Pagoda
Penjual souvenir di dalam pintu masuk Pagoda
Ramai!
Ramai!
Salah satu bangunan kecil yang banyak terdapat di area Shwedagon
Berdoa
Berdoa

Sunset sudah mulai menyambut kedatangan saya di Shwedagon. Dan saya tertegun. Memang sungguh berkilau, besar dan ramainya puunn.. ramai banget! Ternyata semua yang datang mempunyai pikiran yang sama, ingin melihat kilau Shwedagon di malam hari. Banyak turis-turis bule sudah siap dengan kamera masing-masing.

Saya mencoba mengelilingin Shwedagon meski tidak sampai habis (karena ramai dan sudah keburu capek), in the end, saya dan teman-teman hanya duduk termangu di depan bangunan Shwedagon, menikmati sunset bertemu malam, sambil melihat penduduk lokal khusyuk berdoa.

Lilin-lilin kecil sudah berbaris di semenanjung bangunan utama. Sayang sekali keadaan sangat ramai, sehingga lilin-lilin tersebut seakan berdiri sia-sia. Namun, keramaian tak mengurangi kekhusyukan dari doa-doa yang dipanjatkan oleh penduduk lokal. Beberapa tetap khusyuk dan bersujud ditengah keramaian, ditengah-tengah turis yang sibuk mengambil gambar, ditengah-tengah turis yang sibuk bergaya.

Berebut kekhusyukan
Berebut kekhusyukan
Pray
Pray
Reclining Budha
I say a little prayer
candles
The famous  Shwedagon at night
The famous Shwedagon at night
shining light
shining light
Glow in the dark
Glow in the dark

Maafkan kami, turis-turis yang mementingkan foto berupa kenang-kenangan 😦 semoga kekhusyukan doa-doa para pemanjat doa tidak akan pernah hilang sekalipun keramaian menghantui Shwedagon di tahun-tahun mendatang.

Posted in Myanmar

Kandawgyi Lake (Ternyata Restaurant)

Karena bosan dengan temple-temple emas yang hampir serupa dan bingung mau kemana lagi di Yangon, akhirnya kita tetap pada rencana perjalanan yaitu mengunjungin Kandawgyi Lake. Sebelum jalanpun saya tidak tahu apa sih sebenarnya Kandawgyi Lake itu, apakah tempat ibadah di tepi danau atau tempat bersejarah yang ada di tepi danau. Sewaktu membuat rencana perjalanan, gambar Kandawgyi Lake selalu ada ketika saya search Yangon di google image.

Ketika itu hari panas banget, cobaan lainnya adalah, waktu itu period Day-1. Sungguh sungguh ribet, selain mules-mules, harus bolak balik ke toilet umum di negeri orang yang kondisinya gak bersih itu buat saya makin mules-mules. Informasi penting lainnya adalah, kondisi toilet umum di Railway Station begitu memprihatinkan. Entahlah bagaimana lagi mendeskripsikannya, pakai sandal pun saya masih jinjit-jinjit karena takut kena lantainya -_- .

Setelah menghibur diri dengan minuman dingin, saya dan teman-teman pun langsung mencari taksi menuju Kandawgyi Lake. Lupa berapa harganya, yang jelas, berapapun akan kami bayar daripada harus berpanas-panas ria menuju Kandawgyi Lake dan ternyata waktu itu dapat diskon dari supir taksi hihihi..

Setelah beli tiket, kami pun masuk menuju Kandawgyi, sebuah bangunan unik di tepi danau. Ternyata Kandawgyi adalah sebuah restoran! ZZZzzzzz hahahaha, makanya neng baca dulu atuh yang bener sebelum dikunjungi 😀 .

Bangunan ini yang suka ada di gambar-gambar, kirain apaan deh :p
Sepi ya?
Senja di danau ini yang mengiringi kami menuju Shwedagon Pagoda
one of my fav scene in Yangon
???????????????????????????????
Biksu muda
???????????????????????????????
Kuncup pagoda nun jauh itu adalah Shwedagon 🙂

Nyesel sih enggak doong.. kan tetep bisa foto-foto puass.. karena restonya ternyata tutup dan sepi dan saya pun gak lupa foto-foto di tepi danau. Oh iya,setelah dari sini, senja mulai datang.. dan untuk menuju keluar area taman kita harus melewati jembatan yang panjaaaang. Saya suka sekali! Banyak biksu-biksu jalan sore dan penduduk-penduduk yang berolah raga, sungguh menyejukkan hati kami para turis yang mulai kelelahan jalan kaki..hahaha dasar manja! Kami pun bergegas meninggalkan Kandawgyi Lake untuk menuju tujuan utama kami hari ini dan tempat paling hits di Yangon: Shwedagon Pagoda.

Posted in Myanmar

Circular Train Yangon Nan Lelet

Waktu menujukkan pukul 10.00 ketika saya dan teman-teman menuju Railway Station dengan taksi. Sewaktu masih merencanakan perjalanan, saya pernah baca sebuah sumber yang menyebutkan kalau naik kereta di Myanmar bakalan sampe lebih lama dibandingkan dengan naik bus yang lebih cepat. Ho? Sounds weird eh?

Kami pun tiba di stasiun kereta yang kondisinya.. ya seperti kebanyakan stasiun di Jakarta (dengan kondisi di yangon lebih dramatis hehe). Setelah membeli tiket, sayapun menatap kereta butut non ac dan membatin “oh ini pasti membosankan. 3 jam. Dengan kereta butut.” . Tetapi kapan lagi? Tentu naik kereta api butut akan membuahkan pengalaman yang unik.

Lihatlah tulisan kriting itu.. :p
Mejengin pan*at beserta lemak-lemaknya

Kereta pun jalan sekitar pukul sebelas, berarti pukul dua siang baru akan selesai. Dan kereta mulai jalan.. dengan… sangat…. lam… bat. 45 menit pertama terasa menyenangkan, angin semilir membuat saya ngantuk. Pemandangan di luar serupa dengan Jakarta. Hanya saja mata saya dihiasi oleh pria besarung dengan gigi berwarna merah dan gadis-gadis ber-tanaka di pipinya.

Suasana Stasiun di Yangon.

Penduduk lokal yang berhadapan dengan kami pun tak henti-hentinya memandangi kami dengan heran. Teman saya, Citra, sudah memperingatkan saya, jangan berdandan terlalu ‘seronok’. Seronok disini berarti, “jangan dandan yang keliatan banget kalo kita ini turis..”. Tapi, apalah saya ini, pelancong yang selalu heboh bawa baju ini itu, kemudian pagi itu memutuskan memakai kaos biru, celana jeans pendek, tas hitam kebanggan bertuliskan ‘National Geographic’ dan tak lupa kacamata cengdem. Walhasil, muka lokal, penampilan turis :p . Teman saya cuma bisa geleng-geleng.

???????????????????????????????
I’m lookin at you mbak.. 🙂

Kembali ke cerita di dalam kereta, saya sungguh menikmati satu jam pertama. Menikmati pemandangan pemuda-pemuda bergigi merah dan gadis-gadis ber-tanaka yang sibuk memperhatikan kami. Menikmati cara mereka membeli berbagai macam cemilan di kereta. Persis seperti di Jakarta beberapa tahun silam, ketika saya masih kuliah menggunakan kereta ekonomi *duh udah lama ya. Kami pun tak tertahankan foto-foto di dalam kereta, yang semakin memperjelas kalau kami adalah turis. Namun, deg-degan pun hilang, mereka semua ramah, meski beberapa pria di depan saya bermuka preman blok M tingkat advance dengan tatapan mata yang cukup mengintimidasi dan sukses buat saya bergidik takut dibalik kacamata cengdem saya.

???????????????????????????????
Di dalem kereta, dalemnya masih kayu doong..

Selang beberapa jam, ada kejadian sungguh unik dan (sekali lagi) membuat saya dan teman-teman keheranan sampai akhirnya saling menertawakan. Saat itu kondisi kereta tidak penuh dan masih banyak jarak di antara penumpang. Lalu kemudian kereta berhenti di sebuah stasiun dan serangan Sayur pun terjadi. Serangan sayur? Iya sayur! Tiba-tiba orang beramai-ramai segeradak geruduk berlomba masuk kereta, melempar sayur sana sini untuk menempati tempat duduk, tak sedikit yang melempar sayur dari luar jendela ke tempat duduk di kereta untuk menandai itu tempat duduk mereka. Serangan pun berlanjut ke serangan penduduk local yang akhirnya mereka heboh rebutan tempat duduk, hingga kami pun terhimpit keheranan. Hahahaha.. kebayang deh muka O’on kita, muka eh-eh-ada-apa-inih? Waktu serangan-serangan terjadi dengan terkaget-kaget.

setelah serangan sayur datang
???????????????????????????????
Bule ini gak sampe selesai 3 jam, karena keburu bosen, turun di stasiun antah berantah

Setelah itu, waktu berjalan sangat lambat. Kereta ini berjalan lebih lambat bemo atau bajaj yang ada di Jakarta atau mungkin, lebih cepat dengan bersepeda. Bagaimanapun juga, saya tidak menyesal menghabiskan waktu tiga jam di kereta lambat ini. Pengalaman memang tidak bisa ditukar dengan apapun. Tips dari saya, naik Circular Train tidak disarankan bagi traveler yang cepat bosan. Apabila sudah terlanjur terjebak, bisa turun di stasiun ketika kereta berhenti (seperti yang dilakukan 2 turis eropa sewaktu bareng-bareng naik kereta dengan kami).

Kereta selesai! Sekarang mari nikmati sore di Kandawgyi Lake!